1st Iqbal
Muhammadin
Teknik
Telekomunikasi
Telkom University
Bandung,
Indonesia
[email protected]
Abstrak— Indonesia memiliki sebutan sebagai negara kepulauan karena memang negara tersebut memiliki banyak kepulauan, dimana setiap pulau dipisahkan oleh lautan bebas. Hal ini dapat dijadikan sebagai rujukan bahwasannya sangat cocok untuk diterapkan SKKL (Sistem Komunikasi Kabel Laut) dalam menghubungkan komunikasi antara satu pulau dengan pulau lainnya. SKKL memiliki jarak jangkauan yang cukup jauh hingga dapat ribuan kilometer dengan rute mengarungi dasar lautan (undersea). SKKL menggunakan serat optik menyediakan komunikasi dengan bit rate yang tinggi, resisten terhadap gangguan frekuensi gelombang radio atau yang biasa disebut dengan noise, tingkat kemanan dan kekuatan kabel yang terjamin, serta memiliki kapasitas pengiriman data yang sangat besar. Maka dari itu dalam proses pengiriman data, dibutuhkan suatu perangkat penguat dan penerus sinyal cahaya untuk melanjutkan proses pengiriman data sepanjang kabel SKKL tersebut. Pada makalah ini dilakukan pengumpulan analisa mengenai sistem penguat dan penerus sinyal (Repeater) padaSKKL. Penguat yang digunakan menggunakan jenis EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier) karena hal ini berdasar karakteristik dari SKKL itu sendiri yaitu memiliki jangkauan pengiriman data dengan jarak yang cukup jauh.
Kata Kunci: Repeater Optic, Ebrium Dopped Fiber Amplifier (EDFA)
I. PENDAHULUAN
Pada abad ke-20 ini, perkembangan teknologi telekomunikasi telah berkembang pesat, tidak lain salah satu alasannya adalah meningkatnya kebutuhan manusia terhadap layanan sistem komunikasi dan informasi dengan kecepatan pengiriman informasi yang cepat dan cakupan yang cukup luas. Dengan menggunakan teknologi kamunikasi kabel optik yang memiliki laju pengiriman data yang sangat cepat serta minim interferensi dari faktor eksternal seperti gangguan dari frekuensi sinyal yang berada disekitarnya, sudah cukup mampu mengatasi tuntutan kebutuhan manusia dalam hal layanan komunikasi dan informasi. Sistem kommunikasi kabel optik juga dapat mencakup komunikasi dengan jangkauan yang sangat luas seperti diantaranya komunikasi negara satu dengan negara lain, bahkan komunikasi pulau satu dengan pulau yang lain. Kasus komunikasi yang dilakukan dengan membentangkan kabel optik menghubungkan 2 pulau yang berbeda, paling tepat dengan menggunakan SKKL (sistem komunikasi kabel laut).
Memperhatikan jangkauan pembentangan kabel SKKL cukup jauh, maka dibutuhkan perangkat penunjang dalam mengawal proses pengiriman data seperti penguat optik serta atau penerus sinyal yang telah dikuatkan sehingga data yang dikomunikasikan memuju stasiun tujuan dapat terjaga dari degradasi sinyal. Dalam SKKL, Sistem menggunakan konfigurasi amplifier repeterless dan repetered.
II. DASAR TEORI
2.1 Pengertian dan Fungsi Repeater Optik
Repeater optik merupakan perangkat sistem komunikasi optik yang ddigunakan untuk menguatkan dan meneruskan sinyal yang telah dikuatkan disepanjang media transmisi kabel optik karena untuk menangulangi pelemahan sinyal akibat jarak pengiriman data yang sangat jauh.

Gambar 2.1 Perancangan sistem komunikasi kabel laut [1]
Repeater elektronik mempunyai kelemahan karena sinyal pertama-tama mengalami konversi dari sinyal optik ke sinyal elektrik, kemudian diperkuat secara elektronik dan sesudah itu dikoversi kembali dari sinyal elektrik ke sinyal optik, akibatnya akan terjadi degradasi kualitas pada sinyal keluaran.
2.2 Implementasi Penguat Optik
Berdasarkan aplikasinya kabel optik untuk komunikasi kabel laut dibagi menjadi dua, yaitu repeatered submarine cable (kabel laut dengan repeater) dan repeaterless submarine cable (kabel laut tanpa repeater).

Gambar 2.2 Repeatered dan Repeaterless sistem komunikasi kabel laut [2].
2.2.1 REPEATERLESS

Gambar 2.3 Reapeterless [1].
Suatu jaringan SKKL dikatakan menggunakan sistem repater-less apabila hanya menggunakan booster, serta pre-amplifier pada konfigurasi amplifier-nya, pada umumnya konfigurasi Gambar 2.2 ini digunakan untuk jaringan yang cukup dekat. Pada konfigurasi repeater-less sistem tidak diperlukannya catuan daya listrik dari landing station sehingga tidak diperlukan perangkat power feed equipment (PFE).
2.2.1 REPEATERED

Gambar 2.4 Reapetered [1].
Suatu jaringan SKKL dikatakan menggunakan sistem repeatered Gambar 3.4 apabila menggunakan booster amplifier, in-line amplifier, serta pre-amplifier pada konfigurasi penguatnya. Pada umumnya konfigurasi ini digunakan untuk jaringan jarak jauh. Pada konfigurasi repeatered sistem diperlukan perangkat power feed equipment pada masing-masing landing station, yang berfungsi untuk menyalurkan catuan daya listrik untuk perangkat amplifier atau repeater, khusus-nya untuk in-line amplifier. Karena perangkat amplifier merupakan perangkat active optical network (AON), yang berarti memerlukan catuan daya listrik untuk dapat digunakan.
2.3 Prinsip Kerja Penguat Sinyal Optik EDFA
Optical Amplifier EDFA bekerja pada panjang gelombang 1550 nm dan memiliki active medium berupa serat silika sepanjang 10 meter – 30 meter. Selain itu EDFA menggunakan laser pemompa yang dipompakan kedalam serat optik yang terdoping Erbium dan muatan-muatan kemudian EDFA akan mengalami perpindahan dari pita energi rendah ke level pita energi yang lebih tinggi. Sinyal optik yang melewati serat optik terdoping Erbium tersebut dengan energy fotonnya akan berfungsi sebagai perangsang sehingga muatan-muatan pada EDF akan melepaskan energinya dan saat itu dihasilkan emisi yang bersifat koheren sehingga terjadi penguatan secara optic.[2]
EDFA cocok digunakan untuk sistem komunikasi kabel laut karena memiliki beberapa keuntungan seperti mempunyai gain besar (~ 50 dB), high output power (> 100 mW), noise figure yang rendah (~ 4 dB), dan menggunakan power yang rendah untuk pumping source-nya [3]. Struktur EDFA dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.5 Struktur EDFA [2].
2.4 Karakteristik dan Parameter Penguat Sinyal Optik EDFA
Tabel 2.1 Parameter dan Karakteristik EDFA [2].

Pada Tabel 2.1 ditunjukkan bahwa panjang gelombang pompa yang paling umum untuk EDFA adalah sekitar 980 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini memompa ion erbium dari manifold kondisi-tanah 4I15 / 2 ke manifold 4I11 / 2, dari mana terdapat transfer non-radiatif cepat ke level laser atas 4I13 / 2. Karena pemindahan cepat itu, pada dasarnya tidak ada deeksitasi melalui emisi terstimulasi oleh cahaya pompa, dan tingkat eksitasi yang sangat tinggi dapat dicapai. Oleh karena itu, pendekatan ini memungkinkan untuk mencapai efisiensi perolehan tertinggi (urutan 10 dB / mW) dan angka kebisingan terendah, walaupun efisiensi daya tidak ideal karena cacat kuantum yang signifikan.
Efisiensi daya yang lebih tinggi dapat dicapai dengan pemompaan in-band sekitar 1450 nm. Namun, emisi yang dirangsang oleh cahaya pompa kemudian membatasi tingkat eksitasi yang dapat dicapai, karenanya juga gain per satuan panjang, dan gain maksimum terjadi pada panjang gelombang yang lebih panjang. Angka kebisingan juga akan lebih tinggi.
Berikut adalah kelebihan dan kekurangan EDFA [2]:
Kelebihan:
1. EDFA memiliki pemanfaatan daya pompa yang tinggi (> 50%).
2. Secara langsung dan simultan memperkuat pita panjang gelombang lebar (> 80nm) di wilayah 1550nm, dengan penguatan yang relatif datar.
3. Kerataan dapat ditingkatkan dengan filter optik gain-rata.
4. Dapatkan lebih dari 50 dB.
5. Angka kebisingan rendah cocok untuk aplikasi jarak jauh
Kekurangan:
1. Ukuran EDFA tidak kecil.
2. EDFA tidak dapat diintegrasikan dengan perangkat semikonduktor lainnya
2.5 Gain dan Noise Figure [4]
Gain dari sebuah EDFA dengan panjang fiber L merupakan rasio dari besarnya sinyal pada fiber keluaran dengan besarnya sinyal yang diinjeksikan pada fiber input. Secara matematis adalah sebagai berikut :

Daya sinyal input dan output dari EDFA dapat dinyatakan dalam istilah prinsip konversi energi yang dinyatakan dengan persamaan berikut :

dimana Pp,in adalah daya input pompa, λp adalah panjang gelombang pompa, dan λs adalah panjang gelombang sinyal. Persamaan (2.3) dapat ditulis ulang dalam persamaan amplifier Gain, dengan asumsi tidak adanya emisi spontan sehingga dapat diekspresikan dengan persamaan berikut :

Noise pada ASE selama penguatan dan ditambahkan (diinjeksikan) pada sinyal bersifat leading untuk mengurangi rasio noise sinyal (SNR) pada penguat output. Pengurangan SNR dari input ke output dari sebuah amplifier dikenal sebagai Noise Figure (NF) yang biasa digunakan pada penguat elektronik. Noise figure dapat diukur melalui pendekatan matematis persamaan yang mengikutsertakan gain dan noise ASE pada EDFA dengan persamaan sebagai berikut :

Noise figure pada EDFA secara langsung bergantung pada nilai ASE dan Gain. Noise figure meningkat seiiring dengan meningkatnya ASE, dan juga sebaliknya akan menurun seiiring dengan peningkatan gain.
2.6 PLB (Power Link Budget) [1]
Power Link Budget (PLB) merpakan total redaman yang diizinkan dari suatu jaringan fiber optic mulai dari sinyal dikirimkan (Tx) sampai dengan sinyal diterima (Rx), yang mana nilainya mengkalkulasi dari redaman kabel (attenuation), penguatan amplifier, serta redaman pada branching unit. Hal ini dibutuhkan agar daya yang diterima tidak melebihi abang batas yang dibutuhkan.

Setelah didapatkan nilai redaman total dengan menggunakan persamaan 2.5, selanjutnya dilakukan perhitungan PLB atau Power Receive dengan menggunakan persamaan 2.6.

Dimana 𝛼𝑇𝑜𝑡 adalah redaman total sistem (dB), Lf adalah panjang kabel fiber optic, 𝛼𝑓 adalah attenuation atau redaman kabel fiber optic (dB/Km), Ld adalah panjang kabel dispersion chromatic fiber (dB/Km), 𝛼𝐵𝑢1 adalah redaman pada branching unit-1, 𝛼𝐵𝑢2 adalah redaman pada branching unit-2.
2.7 SNR (Signal to Noise Ratio) [1]
Signal to Noise Ratio (SNR) merupakan nilai hasil perbandingan dari daya sinyal yang ditransmisikan terhadap daya noise yang terjadi di dalam sistem. Nilai SNR dapat dihitung menggunakan persamaan 2.7.

Dimana Pr adalah daya jatuh APD (watt), R adalah responsivitas detektor (A/W), M adalah penguatan detektor, q adalah muatan eketron (1.69×10-19 C), F(M) adalah noise figure, Be adalah receiver electrical bandwidth (Hz), Kb adalah konstanta boltzman (1.38×10-23 J/K), T adalah suhu (K), serta RL adalah hambatan dalam (Ohm).
2.8 Q-Factor [1]
Q-Factor merupakan faktor kualitas yang mentukan baik atau buruknya suatu performansi dari suatu sistem, dengan nilai minimum 6. Q-Factor dapat dihitung menggunakan persamaan 2.8.

2.9 BER (Bit Error Rate) [1]
Bit Error Rate (BER) didefinisikan sebagai perbandingan antara kesalahan atau kerusakan bit terhadap jumlah bit yang dikirimkan secara keseluruhan. Contoh dari nilai BER seperti berikut, BER10-4, yang berarti terdapat satu bit yang rusak (error) dari 1.000 atau 104 bit yang dikirimkan. Bit Error Rate (BER) dapat dihitung dengan persamaan 2.9.

III. MODEL SISTEM
3.1 mODEL SISTEM

Gambar 3.1 Model Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL).
Perancangan sistem paper ini terdiri dari empat blok penyusun utama, pertama blok transmitter dan receiver terdiri dari 40 dan 80 kanal yang akan disalurkan kebeberapa LS. Pada blok transmisi menggunakan dua pair kabel fiber optic yang berarti dalam satu kabel terdapat dua core, satu core untuk komunikasi upstream dan satu core lagi untuk komunikasi downstream. Blok branching unit berfungsi untuk membagi atau menambahkan panjang gelombang sesuai dengan jalur transmisinya.
3.2 Konfigurasi Amplifier
Tiga Jenis Amplifier EDFA Untuk Konektivitas DWDM yang digunakan dalam SKKL Menurut fungsinya, EDFA dapat dibagi menjadi tiga jenis: penguat booster, penguat in-line, dan pra-penguat.
Konfigurasi amplifier pada umumnya ada tiga macam, yang mana terdiri dari In-line amplifier, pre-amplifier, sertapower booster amplifier, dari tiga macam amplifier tersebut terdapat kelebihannya masing-masing, yang mana penggunaannya sesuai dengan kebutuhan.

Gambar 3.2 Line Amplifier.
Amplifier dikatakan sebagai In-line amplifier apabila amplifier atau penguat berada pada posisi ditengah jaringan, apabila diurut dari TX hinga RX maka, TX- Fiber Optic-Amplifier-Fiber Optic- RX, seperti pada Gambar 3.1. Adapun peruntukan dari in-line amplifier ialah untuk meningkatkan jarak pengiriman.

Gambar 3.3 Pre-Amplifier.
Amplifier dikatakan sebagai pre-amplifier apabilaamplifier atau penguat berada diakhir jaringan, apabila diurut dari TX hinga RX maka, TX -Fiber Optic- Amplifier-RX, seperti pada Gambar 3.2 Adapun peruntukan dari pre-amplifier ialah untuk meningkatkan daya sensitivitas penerima.

Gambar 3.4 Booster Amplifier.
Berbeda dengan pre-amplifier yang mana amplifiernya berada diakhir jaringan, power booster amplifier penguatnya berada diawal jaringan, apabila diurut dari TX hinga RX maka, TX-Amplifier-Fiber Optic-RX, seperti pada Gambar 3.3 Adapun peruntukan dari Booster Amplifier ialah untuk meningkatkan daya pengiriman.
3.3 Parameter Media Transmisi [1]
Mengacu pada ITU.T.G.654.D parameter yang berlaku pada sistem komunikasi kabel laut (SKKL) tidak jauh berbeda dengan parameter pada jaringan terrestrial pada umumnya, seperti kabel yang digunakan pada jaringan pada jaringan terrestrial dan pada jaringan SKKL hampir sama, hanya saja pada jaringan SKKL menggunakan kabel dengan lapisan yang lebih tebal dibandingkan dengan jaringan terrestrial, hal ini guna melindungi kabel itu sendiri agar tidak rentan putus.
Tabel 3.1 Parameter media transmisi [1]

IV. HASIL DAN ANALISIS
4.1 Pemodelan Sistem Repeaterless [1]
Jaringan yang akan dirancang pada penulisan Tugas Akhir ini merupakan jaringan yang mana menghubungkan Kota Balikpapan, Sangatta, Mangkajang, serta Tarakan yang akan disimulasikan menggunakan perangkat lunak OptiSytem 14.0 dengan jumlah kanal keseluruhan sebanyak 80 dan bitrate sebesar 100 Gbps. Pada sistem ini menggunaka dua pair fiber optic yang berfungsi sebagai komunikasi upstream, dan komunikasi downstream. Selain itu sistem ini menggunkan pula branching unit sebanyak dua unit, yang berfungsi untuk men-distribusikan atau membagi serta menambahkan panjang gelombang kedalam fiber pair. Sistem ini menggunakan konfigurasi repeater-less sistem yang berarti hanya menggunakan booster amplifier, dan pre-amplifier.

Gambar 4.1 Sistem Pemodelan Repeaterless Amplifier [1].
4.2 Pemodelan Sistem Repeatered [1]
Jaringan yang akan dirancang merupakan jaringan yang mana menghubungkan Kota Balikpapan, Sangatta, Mangkajang, serta Tarakan yang akan disimulasikan menggunakan perangkat lunak OptiSytem 14.0 dengan jumlah kanal keseluruhan sebanyak 80 dan bitrate sebesar 100 Gbps. Pada sistem ini menggunaka dua pair fiber optic yang berfungsi sebagai komunikasi upstream, dan komunikasi downstream. Selain itu sistem ini menggunkan pula branching unit sebanyak dua unit, yang berfungsi untuk men-distribusikan atau membagi serta menambahkan panjang gelombang kedalam fiber pair. Sistem ini menggunakan konfigurasi repeater-ed sistem yang berarti menggunakan booster amplifier, in-line
amplifier serta pre-amplifier.
Jaringan yang akan dirancang merupakan jaringan yang mana menghubungkan Kota Balikpapan, Sangatta, Mangkajang, serta Tarakan yang akan disimulasikan menggunakan perangkat lunak OptiSytem 14.0 dengan jumlah kanal keseluruhan sebanyak 80 dan bitrate sebesar 100 Gbps. Pada sistem ini menggunaka dua pair fiber optic yang berfungsi sebagai komunikasi upstream, dan komunikasi downstream. Selain itu sistem ini menggunkan pula branching unit sebanyak dua unit, yang berfungsi untuk men-distribusikan atau membagi serta menambahkan panjang gelombang kedalam fiber pair. Sistem ini menggunakan konfigurasi repeater-ed sistem yang berarti menggunakan booster amplifier, in-line amplifier serta pre-amplifier.

Gambar 4.2 Sistem Pemodelan Repeatered Amplifier [1].
4.3 Hasil Simulasi Berdasarkan Nilai BER [1]

Gambar 4.3 Hasil simulasi berdasarkan nilai BER [1].
Gambar 4.3 menunjukkan hasil simulasi perbandingan antaranilai minimum Bit Error Rate (BER) terkecil dari keseluruhan nilai mininimum Bit Error Rate (BER) terhadap jarak pada jaringan Balikpapan, Sangatta, Mangkajang, Tarakan. Yang mana didapatkan nilai min BER terbaik untuk jaringan repeater-ed bernilai 6.94e-54 dengan jarak transmisi 390 Km. Sedangkan untuk jaringan repeater-less bernilai 3.504e-12 dengan jarak transmisi 374 Km.
4.4 Hasil Simulasi Berdasarkan Nilai Q-Factor [1]

Gambar 4.4 Hasil simulasi berdasarkan nilai Q-Factor [1].
Gambar 4.4 merupakan hasil simulasi yang menampilkan perbandingan nilai Q-Factor terbesar dari keseluruhan nilai Q-Factor terhadap jarak pada jaringan Balikpapan, Sangatta, Mangkajang, Tarakan. Yang mana didapatkan nilai Q-Factor terbesar untuk jaringan repeater-ed bernilai 15 dengan jarak transmisi 390 Km. Sedangkan untuk jaringan repeater-less bernilai 6 dengan jarak transmisi 374 Km dan 390 Km.
4.6 Hasil Simulasi Berdasarkan Nilai Power Receive [1]

Gambar 4.5 Hasil simulasi berdasarkan nilai Power Receive [1].
Gambar 4.5 merupakan hasil simulasi yang menampilkan perbandingan nilai power receive terbesar dari keseluruhan nilai power receive terhadap jarak pada jaringan Balikpapan, Sangatta, Mangkajang, Tarakan. Yang mana didapatkan nilai power receive terbesar untuk jaringan repeater-ed bernilai -5.06 dBm dengan jarak transmisi 617 Km. Sedangkan untuk jaringan repeater-less bernilai 19 dBm dengan jarak transmisi 374 Km.
V. KESIMPULAN
1. EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier) adalah suatu optical amplifier yang dapat mengurangi biaya serta meningkatkan network performance dalam sistem komunikasi optik.
2. Repeater optik merupakan perangkat sistem komunikasi optik yang dapat menguatkan dan meningkatkan jangkauan sinyal yang melemah secara langsung tanpa mengkonversikan bentuk sinyal cahaya menjadi sinyal listrik maupun sebaliknya.Pompa EDFA bekerja pada panjang gelombang 1530 nm-1560 nm.
3. Pompa EDFA bekerja pada panjang gelombang 1530 nm-1560 nm.
4. Untuk menentukan jaringan dikatakan layak atau tidak untuk digunakan harus memperhatikan parameter seperti Q-Factor, Bit Error Rate (BER), serta Power Receive. Tidak dapat hanya memperhatikan satu paremeter.
5. Jarak suatu link tidak dapat digunakan sebagai acuan jaringan tersebut layak digunakan atau tidak.
6. Faktor Dispersion Chromatic mempengaruhi hasil performansi dari suatu jaringan.
VI. DAFTAR PUSTAKA
[1] B. K. M. A.karel, M. Ir.Akhmad Hambali and M. H. Jauhari, “PERANCANGAN PENGGUNAAN PENGUAT OPTIK PADA JARINGAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT (SKKL) DI JALUR SISTEM INDONESIA GLOBAL GATEWAY (IGG),” in e-Proceeding of Engineering, Bandung, 2018.
[2] E. S. Sugesti, A. Maulida, A. T. Lestari and G. Ria, “PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT SANGATTA-TOWALE,” in Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2018 , Malang, 2018.
[3] D. R. Paschotta, “RP Photonics Encyclopedia,” RP Photonics Consulting GmbH, [Online]. Available: https://www.rp-photonics.com/erbium_doped_fiber_amplifiers.html. [Accessed 9 March 2020].
[4] N. Aprilia, M. Ir.Akhmad Hambali. and S. M. M.Irfan Maulana, “PENGARUH NOISE PENGUAT EDFA PADA PERFORMANSI SINYAL DOWNSTREAM TWDM NG-PON2,” in e-Proceeding of Engineering, Bandung, 2018.









